Kamis, 23 April 2009

Sejarah May day


May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Gerigi-gerigi panas mesin era industri membelalakkan mata kaum pekerja terhadap kondisi masyarakat. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis Barat. Amerika Serikat merupakan contoh konkrit. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, menuai amarah dan perlawanan dari kalangan kelas pekerja. Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi di 1806 oleh pekerja cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.

Abad 19 juga menandakan sebuah momen penting kesadaran kelas pekerja dunia. Kongres Internasional Pertama [i], diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: “Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres merubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.” Kaum revolusioner waktu itu menganggap bahwa tuntutan delapan jam sehari bukanlah tuntutan final, melainkan taktik untuk mengakselerasikan kesadaran kelas yang luas di antara kalangan kelas pekerja. Semenjak saat inilah, gerakan pekerja mulai menggemakan ide-ide mengenai solidaritas internasional. Di mana harapan akan sebuah dunia baru yang lebih baik mulai bersemi di setiap hati para kelas pekerja dunia yang beramai-ramai berseru: “Derita satu adalah derita yang dirasakan semua!” Kongres Jenewa merupakan titik berangkat transformasi visi dan strategi gerakan kelas pekerja di masa depan.

Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut.

Tragedi Haymarket

Pada April 1886, ratusan ribu kelas pekerja di AS yang berkeinginan kuat menghentikan dominasi kelas borjuis, bergabung dengan organisasi pekerja Knights of Labour. Perjuangan kelas masif menemukan momentum di Chicago, salah satu pusat pengorganisiran serikat-serikat pekerja AS yang cukup besar. Gerakan serikat pekerja di kota ini sangat dipengaruhi ide-ide International Workingsmen Association. Gerakan tersebut telah melakukan agitasi dan propaganda tanpa henti sebelum Mei untuk merealisasikan tuntutan ‘Delapan Jam Sehari.’ Menjelang 1 Mei, sekitar 50.000 pekerja telah melakukan pemogokan. Sekitar 30.000 pekerja bergabung dengan mereka di kemudian hari. Para pekerja turun ke jalan bersama anak-anak serta istri untuk meneriakkan tuntutan universal ‘Delapan Jam Sehari.’ Pemogokan ini membawa aktifitas industri di Chicago lumpuh dan membuat kelas borjuis panik.

Namun tepat 3 Mei, pemerintah mengutus sejumlah polisi untuk meredam pemogokan pekerja di pabrik McCormick. Mereka menembak mati empat orang pekerja dan menciderai banyak orang. Gusar dengan tindakan kelas penguasa tersebut, sejumlah kaum anarkis yang dipimpin Albert Parsons dan August Spies–juga merupakan anggota aktif Knights of Labour–menyerukan kepada kelas pekerja agar mempersenjatai diri dan berpartisipasi di dalam demonstrasi keesokan hari. Pertemuan di hari berikut yang berlokasi di bunderan Haymarket itu, berjalan tanpa insiden. Karena cuaca buruk banyak partisipan aksi membubarkan diri dan kerumunan tersisa sekitar ratusan orang. Pada saat itulah, 180 polisi datang dan menyuruh pertemuan dibubarkan. Ketika pembicara terakhir hendak turun mimbar, menuruti peringatan polisi tersebut, sebuah bom meledak di barisan polisi. Satu orang terbunuh dan melukai 70 orang diantaranya. Polisi menyikapi ledakan bom tersebut dengan menembaki kerumunan pekerja yang berkumpul, menyebabkan satu orang terbunuh dan banyak yang terluka.

Meskipun tidak jelas siapa yang melakukan pelemparan bom, media massa dan politisi borjuis mulai melemparkan tuduhan-tuduhan kabur bahwa ledakan tersebut merupakan ulah kaum sosialis dan anarkis. Mereka menyerukan ’sebuah balas dendam yang pantas kepada kaum radikal.’ Setiap tempat pertemuan, sekretariat serikat pekerja, tempat cetak, serta rumah pribadi para aktifis diserang polisi. Setiap tokoh sosialis dan anarkis ditangkap. Bahkan individu-individu yang sama sekali tidak memahami apa itu sosialisme dan anarkisme, ditahan dan disiksa. Julius Grinnell, Jaksa Penuntut Umum kota tersebut, menyuruh kepolisian ‘melakukan penyergapan terlebih dahulu baru kemudian mempertimbangkan pelanggaran-pelanggaran hukumnya’. Delapan dari tokoh anarkis yang aktif di Chicago, dituntut dengan tuduhan pembunuhan terencana. Mereka adalah August Spies, Albert Parsons, Adolph Fischer, George Engel, Fielden, Michael Schwab, Louis Lingg dan Oscar Neebe.

Pengadilan spektakuler kedelapan anarkis tersebut adalah salah satu sejarah kebengisan lembaga peradilan AS yang sangat dipengaruhi kelas borjuis Chicago. Pada 21 Juni, 1886, tanpa ada bukti-bukti kuat yang dapat mengasosiasikan kedelapan anarkis dengan insiden tersebut (dari kedelapan orang, hanya satu yang hadir. Dan Ia berada di mimbar pembicara ketika insiden terjadi), pengadilan menjatuhi hukuman mati kepada para tertuduh. Pada 11 November, 1887, Albert Parsons, August Spies, Adolf Fischer, dan George Engel dihukum gantung. Louise Lingg menggantung dirinya di penjara.

Sekitar 250.000 orang berkerumun mengiringi prosesi pemakaman Albert Parsons sambil mengekspresikan kekecewaan terhadap praktik korup pengadilan AS. Kampanye-kampanye untuk membebaskan mereka yang masih berada di dalam tahanan, terus berlangsung. Pada Juni, 1893, Gubernur Altgeld, yang membebaskan sisa tahanan peristiwa Haymarket, mengeluarkan pernyataan bahwa, ‘mereka yang telah dibebaskan, bukanlah karena mereka telah diampuni, melainkan karena mereka sama sekali tidak bersalah.’ Ia meneruskan klaim bahwa mereka yang telah dihukum gantung dan yang sekarang dibebaskan adalah korban dari ‘hakim-hakim serta para juri yang disuap.’ Tindakan ini mengakhiri karir politiknya.

Bagi kaum revolusioner dan aktifis gerakan pekerja saat itu, tragedi Haymarket bukanlah sekadar sebuah drama perjuangan tuntunan ‘Delapan Jam Sehari’, tetapi sebuah harapan untuk memerjuangkan dunia baru yang lebih baik. Pada Kongres Internasional Kedua di Paris, 1889, 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur pekerja. Penetapan untuk memperingati para martir Haymarket di mana bendera merah menjadi simbol setiap tumpah darah kelas pekerja yang berjuang demi hak-haknya.

Meskipun begitu, komitmen Internasional Kedua kepada tradisi May Day diwarisi dengan semangat berbeda. Kaum Sosial Demokrat Jerman, elemen yang cukup berpengaruh di Organisasi Internasional Kedua, mengirim jutaan pekerja untuk mati di medan perang demi ‘Negara dan Bangsa.’ Setelah dua Perang Dunia berlalu, May Day hanya menjadi tradisi usang, di mana serikat buruh dan partai Kiri memanfaatkan momentum tersebut demi kepentingan ideologis. Terutama di era Stalinis, di mana banyak dari organisasi anarkis dan gerakan pekerja radikal dibabat habis di bawah pemerintahan partai komunis.[ii] Hingga hari ini, tradisi May Day telah direduksi menjadi sekadar ‘Hari Buruh’, dan bukan lagi sebuah hari peringatan kelas pekerja atau proletar untuk menghapuskan kelas dan kapitalisme.


Redefinisi Proletariat Modern

May Day, sebagai sebuah sejarah perjuangan kelas, adalah bukti kesadaran kelas pekerja yang hadir sejak diawalinya industrialisasi di dalam masyarakat. Masyarakat terubah menjadi pabrik dengan mesin-mesin bising beserta divisi-divisi kerja, yang memisah-misahkan aktifitas dan kesadaran mereka sebagai kelas yang tersubordinat. Transformasi ini mendefinisikan bentuk dari kesadaran kelas yang terjadi pada waktu itu. Apabila May Day lahir dari radikalisasi kesadaran kelas pekerja di era industri, bagaimana menempatkannya dengan kesadaran kelas di era pascaindustri, di mana kelas itu sendiri telah semakin kabur?

Setelah Perang Dunia II, banyak pemikir Marxis, terutama kalangan Mazhab Frankfurt [iii], tidak lagi melihat romantisisme perjuangan kelas era industri sebagai sesuatu yang relevan bagi sistem yang mereka namai sebagai ‘kapitalisme lanjut’. Mereka melihat perkembangan kapitalisme industrial menuju pascaindustrial melahirkan bentuk-bentuk lebih maju, kompleks, yang dapat mengintegrasikan setiap level aktifitas sosio-kultural masyarakat. Perkembangan ini bisa dilihat dari tumbuh pesatnya pabrik-pabrik pendidikan dan budaya teknokratik serta munculnya ideologi kekuasaan baru: kapitalisme birokratik. Kapitalisme lanjut, menurut mereka, telah berhasil merasionalisasi keterasingan masyarakat menjadi sesuatu yang normal. Peran-peran ini terutama dilakukan oleh kemajuan teknologi dan industri pendidikan—yang mencapai kulminasinya setelah Perang Dunia II—dengan menyuntikkan ideologi borjuis kepada pelajar, yang nantinya menjadi produk-produk intelektual kompeten bagi kepentingan kapitalisme. Proletariat pascaindustri tidak lagi terwujud sebagai kelas-kelas, dalam pengertian konsepsi Marxis mengenai konflik yang tak terdamaikan di antara kelas pekerja dan kelas pemodal. Kontradiksi kelas semacam ini, bagaimanapun, telah menguap. Di negara-negara komunis kelas pekerja menjadi bagian birokrasi negara dan menjadi hamba bagi ideologi kekuasaan tersebut. Sementara kelas pekerja di negara-negara kapitalisme Barat terintegrasi lebih jauh ke dalam budaya konsumtif. Kelas-kelas di dalam masyarakat sekarang, tidak lagi seperti kelas dalam bayangan Marx. Akan tetapi, sudah semakin terintegrasi dan melebur menjadi bagian inheren sistem kapitalistik.

Meskipun begitu, para filsuf ini sama sekali tidak menawarkan sebuah praktik konkrit untuk menyikapi sistem kapitalistik yang sudah sedemikian menyeluruh. Pada sisi lain, Mazhab Frankfurt, tetap memberi kontribusi penting fondasi teori-praksis ilmiah bagi gerakan-gerakan yang lahir dari setiap keretakkan kapitalisme lanjut. Gerakan-gerakan yang lahir dari Mazhab Frankfurt sangat dikarakteristisasikan dengan wacana emansipatoris, partisipatif, dan nonhierarkis yang juga menjadi narasi utama Teori Kritis aliran Frankfurt. Mazhab Frankfurt sengaja bergelut di wilayah sosiologi, psikologi, teknologi, dan budaya untuk menyingkap setiap kepentingan yang melatarbelakangi kesadaran ‘palsu’ individual dan perannya di dalam masyarakat.

Setelah tahun 60an—di mana terjadi berbagai perjuangan dari berbagai ranah kultural, rasial, gender, seksual serta tumbuh pesatnya gerakan pelajar—hingga pada perlawanan kontemporer terhadap neoliberalisme yang terjadi di seluruh dunia, May Day bukan lagi menjadi momen perayaan aktifis serikat pekerja dan partai Kiri. Akan tetapi momentum tersebut, telah direnggut menjadi momentum kesadaran kelas baru yang tidak lagi berasosiasi dengan praksis-praksis usang marxisme-leninisme. Dan yang lebih mencorakkan gerakan proletariat modern terhadap penolakan politik kepartaian dan penghambaan ideologi. Pemikir-pemikir Marxis ‘antiotoritarian’[iv] seperti: Antonio Negri, John Holloway, Harry Cleaver, membuka ruang bagi definisi baru perjuangan kelas, menjadi inspirator bagi gerakan emansipasitoris proletariat modern. Bahkan para pemikir ini, seringkali mengabaikan konsepsi kesadaran kelas Marxis tradisional, yang dianggap terlalu ekonomik-politis deterministik, sehingga tidak dapat merefleksikan kebutuhan emansipasistik proletariat di era pascaindustri.

“Karena kami précaires: kami para pengangguran, kaum perempuan dan anak muda, orang-orang biasa, pekerja tidak tetap, kaum pelajar, buruh migran. Kami adalah ketidaktetapan yang fleksibel, dan bertahan hidup dari ketidaktetapan yang lahir dari lusinan kolektif di setiap kota-kota dan melalui jaringan trans-Eropa untuk membela hak-hak sosial bersama dan mengklaim hal baru….

Kami tidak memiliki kepercayaan terhadap mereka, yang berada di bawah naungan pemerintah, serikat-serikat, partai politik, ataupun institusi-institusi kultural, yang berpura-pura berbicara mengatasnamakan kami dan mengambil keputusan yang berhubungan dengan hidup kami. Sementara di saat bersamaan mengacuhkan tuntutan-tuntutan sosial dan merepresi praktik-praktik transformasi sosial.” (Konfrensi Pers Jaringan May Day Eropa)

Pernyataan di atas memberi gambaran umum karakteristik kesadaran kelas baru era modern. Munculnya berbagai macam gerakan antiotoritarian yang bergelut di berbagai isu lingkungan, pelajar, homoseksual, indigenous, hak-hak perempuan dan imigran, pengangguran, pekerja tidak tetap, dan banyak lagi varian gerakan sosial, yang wacananya sentralnya adalah sebuah perlawanan menyeluruh terhadap kapitalisme neoliberal beserta aparatus negara.

Reclaim The Streets (RTS), yang berakar di Inggris, adalah gerakan lingkungan radikal yang mengambilalih jalan-jalan tersibuk pusat perkotaan—di dalam rentang waktu temporer–untuk mengangkat isu-isu penghapusan budaya kendaraan bermotor sambil berjoget ria dengan musik rave. Tidak jarang RTS melakukan kolaborasi bersama aksi pemogokan kelas pekerja. Tute Bianche, gerakan otonomis Italia, menduduki beberapa gedung kosong untuk dijadikan tempat koordinasi gerakan radikal antineoliberal sekaligus menjadikannya sarana ruang publik. Gerakan-gerakan pekerja seperti Wildcat Jerman, Federasi ClassWar, People’s Global Action, praktisi culture jammers[v] melawan budaya konsumtif, No Border Network, Zapatista, petani tanpa tanah di Brazil, Piqueterros Argentina, dan Mapuche di Chilli. Di Asia terdapat gerakan serikat pekerja radikal, Earth First di Davao, eks-pekerja PT DI dan Serikat Becak Jakarta di Indonesia, Intifada, Anarchist Against the Walls, dan gerakan homoseksual di Timur Tengah, adalah sekian dari beragamnya kesadaran kelas baru yang muncul di era pascaindustri. Sebuah kesadaran kelas tidak lagi digolongkan oleh definisi kelas-kelas sempit. Kesadaran kelas pascaindustri melihat diri sebagai subyek yang tersubordinasikan ke dalam sistem kapitalisme yang mengarah kepada kesadaran emansipatif demi mengambilalih kendali atas kehidupannya, di dalam relung aktifitas keseharian.

Impuls perjuangan kelas May Day juga berasal dari bentuk kesadaran kelas serupa. Perjuangan kelas Haymarket dipengaruhi oleh semangat antiotoritarian radikal yang tidak menghamba pada kepentingan ideologi kekuasan tertentu. Relevansi May Day hari ini adalah untuk mengembalikan impuls kesadaran kelas yang sejati, yang selama ini telah dininabobokkan oleh kepentingan ideologi Kiri dan hasratnya untuk menyubordinasi, meniadakan otonomi. Untuk membawa kesadaran kelas kepada setiap level masyarakat yang termiskinkan tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara pemenuhan kualitas hidup.

Mengenang kata-kata August Spies, salah satu martir Haymarket, ketika sedang menantang militansi perjuangan kelas pekerja Chicago dengan berseru: “To Arms we call you, to arms!”

Catatan Kaki:

[i] Kongres Internasional Pertama Jenewa, Swiss, merupakan awal manifestasi perjuangan kelas pekerja di seluruh dunia. Kongres dihadiri dan didominasi oleh kaum radikal dari berbagai variannya: sosialis, Marxis, mutualis, anarkis, serta berbagai organisasi serikat pekerja lain. Organisasi Internasional Pertama ini bernama International Workingsmen Association.

[ii] Hungaria 1956 adalah salah satu sekian bukti kebengisan Komunis Internasional di bawah bendera stalinis yang merepresi kehendak otonom dan swakelola kaum proletariat Hungaria yang menolak dominasi struktural partai komunis.

[iii] Pemikir-pemikir Marxis Mazhab Frankfurt—seperti Adorno, Habermas, dan Fromm, dll.—cukup berbeda dengan para teoritisi Marxis tradisional. Dengan meninggalkan tema besar Marx yang melulu menekankan pada wilayah ekonomi dan konsep kelas, terutama distorsi yang dilakukan oleh Engels dan Lenin, mereka memusatkan analisa kapitalisme lanjut pada ranah-ranah lain, yang mereka yakini telah tersubordinasikan ke dalam satu sistem kompleks dan lebih maju .

[iv] Para pemikir tersebut menginspirasikan dan terinspirasi dari gerakan-gerakan kelas pekerja otonomis Italia serta Zapatista di Meksiko. Kelompok Tute Bianche, adalah salah satu organ otonomis yang terinspirasi buku Empire karya Michael Hardt dan Antonio Negri. Penolakan terhadap pemberhalaan kerja, swaorganisasi, internasionalisme, otonomi serta perlawanan terhadap neoliberalisme merupakan tema sentral pemikir-pemikir tersebut. Karena alasan ini mereka juga dikategorikan sebagai pembawa impuls antiotoritarian—selain anarkisme—di dalam gerakan antiglobalisasi kapital kontemporer.

[v] Culture Jammer adalah sebutan bagi aktifis-aktifis anti-korporat yang bergerak di bidang penghancuran ruang-ruang teknologi informasi kapitalisme. Aksi-aksi mereka berupa vandalisme terhadap media-media iklan korporasi seperti: papan iklan, televisi, serta ruang-ruang publik lainnya untuk dapat menyampaikan pesan budaya tandingan alternatif melawan budaya kapitalistis. Termasuk meredefinisi nilai-nilai manusia yang sejati yang mereka yakini telah diubah menjadi keinginan untuk mengkonsumsi.

Daftar Pustaka

Kalle Lassn, Culture Jammer: The Uncooling America.
Michael Hardt, Antonio Negri, Empire, Harvard University Press.
Dr. Akhyar Yusuf Lubis, Dekonstruksi Epistemologi modern: Dari Posmodernisme, Teori Kritis, Poskolonialisme, Hingga Cultural Studies, Pustaka Indonesia Satu.
Affinitas, Marxis Otonomis.
Howard Zinn, People’s History of United States, New York: Harper & Row Publishers
Emma Goldman, Living My Life Vol 1, Dover books.
Naomi Klein, No Logo, Verso.

Baca selengkapnya..

Joze Rizal, Tokoh Kebangkitan Filipina


José Protacio Rizal Mercado y Alonzo Realonda (19 Juni 1861 - 30 Desember 1896) adalah tokoh bangsa Filipina. Ia diberikan bermacam-macam gelar: "Kebanggaan Ras Melayu," "Tokoh Besar Malaya," "Tokoh Utama Filipino," "Mesias Revolusi," "Pahlawan Universal," "Mesias Penebusan." Hari peringatan kematian José Rizal adalah 30 Desember dan merupakan hari libur di Filipina.
Ia adalah seorang yang berbakat. Selain dari menjadi seorang dokter, ia juga seorang arsitek, seniman, pendidik, ekonom, etnolog, ahli pertanian, sejarahwan, jurnalis, pemusik, mitologiwan, internasionalis, naturalis, dokter mata, sosiolog, pematung, penyair, penulis drama dan novelis.
Ia menguasai 22 bahasa, di antaranya: Tagalog, Cebuano, Melayu, Tionghoa, Arab, Ibrani, Inggris, Jepang, Spanyol, Catalan, Italia, Portugis, Latin, Perancis, Jerman, Yunani, Rusia, Sansekerta dan dialek-dialek Filipina yang lain.
Sebagai seorang patriot tertinggi bagi bangsa Filipina, hari kematiannya pada 30 Desember kini diperingati sebagai hari libur di Filipina, yang disebut hari Rizal.


Keluarga
José Rizal merupakan anak yang ketujuh dari 11 bersaudara dari keluarga Francisco Mercado dan Teodora Alonzo dan dilahirkan di dalam sebuah keluarga kelas menengah Tionghoa-Mestizo yang kaya di Calamba, Provinsi Laguna, Filipina.
Para rahib Dominikan memberikan kepada keluarganya hak untuk menyewa sebuah hacienda dan sawah yang ada di situ, namun kemudian terjadilah tuntutan. Belakangan Jenderal Valeriano Weyler memerintahkan bangunan di tanah pertanian itu dibongkar.
Ketika mendaftar di Ateneo, Rizal mengganti nama keluarganya menjadi "Rizal" agar ia tidak terkena akibat buruk dari nama "Mercado". Abangnya, Paciano Mercado, terkait dengan sejumlah pastor Filipina, Mariano Gomez, José Burgos dan Jacinto Zamora yang dinyatakan subversif, sehingga mereka dihukum mati dengan "garrote" (teknik hukuman mati dengan cekikan).

Rizal merupakan keturunan kelima Domingo Lam-co, seorang imigran Tiongkok yang telah berhijrah ke Filipina dari Amoy, RRT pada pertengahan abad ke-17 (lihat Tionghoa Filipina). Lam-co berumah tangga dengan seorang perempuan Sangley, kelahiran Luzon, Inez de la Rosa. Untuk menghindari keturunannya dari kebijakan rasialis yang diberlakukan atas penduduk Tionghoa oleh pemerintah Spanyol yang menjajah Filipina pada masa itu, Lam-co mengganti nama keluarganya menjadi "Mercado" (pasar) untuk menunjukkan akar mereka sebagai pedagang. Nama Rizal, aslinya Ricial, atau pucuk hijau, diciptakan oleh Paciano untuk memungkinkan José bebas bepergian, karena keluarga Mercado telah dicap negatif karena kecerdasan intelektual anak mereka. Perlu dicatat bahwa sejak masa kanak-kanak Rizal telah mengajukan gagasan-gagasan politik yang asing pada masa itu, berupa kebebasan dan hak-hak individu yang tentu telah membangkitkan amarah penguasa.
Selain garis keturunan Melayu dan Tionghoa, penelitian silsilah baru-baru ini menemukan bahwa José juga memiliki darah Spanyol, Jepang dan Negrito. Kakek buyutnya dari pihak ibunya (buyut Teogodra) adalah Eugenio Ursua, seorang keturunan dari para pemukim Jepang, yang menikahi seorang perempuan Filipa yang bernama Benigna (nama keluarganya tidak diketahui). Keduanya ini melahirkan Regina Ursua yang menikahi seorang mestizo Sangley dari Pangasinán, seorang hakim yang bernama Manuel de Quintos, kakek Teodora. Anak perempuan mereka, Brígida de Quintos, menikah dengan seorang mestizo (campuran Spanyol) yang bernama Lorenzo Alberto Alonzo, ayah dari Teodora.

Pendidikan
José Rizal mulai belajar dengan Justiniano Cruz di Biñan, Laguna. Ia kemudian pergi ke Manila untuk belajar di Ateneo Municipal de Manila dan di sana ia meraih ijazah S1-nya pada 1877 dan lulus sebagai mahasiswa terbaik di kelasnya. Ia meneruskan pelajarannya di Ateneo Municipal untuk meraih ijazah dalah bidang pengukuran dan pemetaan tanah dan pada masa yang sama, belajar di Universitas Santo Tomas dalam bidang sastra dan filsafat. Ketika ia mengetahui bahwa ibunya akan menjadi buta, ia berencana untuk mengambil bidang kedokteran (mata) di Universitas Santo Tomas tetapi tidak menamatkan kuliahnya karena merasa orang Filipina didiskriminasi oleh paderi-paderi Dominikan yang mengurus universitas tersebut.
Tanpa sepengetahuan dan persetujuan keluarganya, namun dengan dukungan penuh dan rahasia dari abangnya Paciano, ia kemudian pergi ke Madrid, Spanyol dan belajar kedokteran di Universidad Central de Madrid. Dari situ ia mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Pendidikannya dilanjutkannya di Universitas Paris dan Universias Heidelberg di Jerman dan di sana ia mendapatkan gelar doktornya yang kedua.

Karya
José Rizal terkenal dengan karangan dua novel, Noli Me Tangere (1887) dan El Filibusterismo (1891), keduanya merupakan kritik mengenai penjajahan Spanyol atas Filipina. (Buku-buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia - "Noli Me Tangere" pada 1975 dengan judul Jangan Sentuh Aku dan "El Filibusterismo" pada 1994 dengan judul Merajalelanya Keserakahan, oleh Tjetje Jusuf dan diterbitkan oleh Pustaka Jaya).
Buku-buku ini, yang diilhami oleh gagasan-gagasan dalam Cervantes, Uncle Tom's Cabin, Don Quixote dan Pangeran Monte Cristo, membangkitkan kemarahan orang-orang Spanyol dan orang-orang Filipina yang terpengaruh Spanyol, karena simbolismenya yang terus-terang dan menghina di dalam buku-buku itu. Hal ini akhirnya menyebabkan ia dituntut sebagai penghasut revolusi, lalu diajukan ke pengadilan militer dan dihukum mati. Revolusi Filipina tahun 1896 terjadi tak lama sesudah itu. Pengadilan Rizal dianggap sebagai lelucon bahkan oleh tokoh-tokoh Spanyol pada zamannya. Tak lama sesudah hukuman matinya, filsuf Miguel de Unamuno, dalam suatu ungkapan yang penuh perasaan dan tidak terlupakan, mengakui Rizal sebagai seorang Spanyol, yang dibesarkan dalam tradisi-tradisi yang terbaik dari negeri itu, "...lebih Spanyol daripada jiwa-jiwa malang yang, di atas jenazahnya yang masih hangat, melontarkan seruan hujatan ke langit yang bagaikan penghinaan itu, 'Viva España' (Hidup Spanyol!).
Bahkan di dalam kematian, kata-kata Rizal masih membangkitkan inspirasi. Ketika Undang-undang Organik Filipina diperdebatkan di Kongres, keraguan tentang kemampuan bangsa Filipina untuk memerintah dirinya sendiri dihapuskan oleh pidato yang penuh perasaan oleh Anggota Kongres Henry Cooper dari Wisconsin yang mengandung kutipan dari terjemahan bahasa Inggris puisi kehormatannya, "Mi Ultimo Adios," lalu menutupnya dengan pertanyaan yang menggugah, "Di bawah suasana atau langit apakah tirani ini boleh mengklaim korban yang lebih agung?"

Keberanian
Setelah menulis Noli me Tangere, di antara berbagai puisi, drama, dan traktat yang masih ditulisnya, Rizal kembali memperoleh cap negatif di antara orang-orang spanyol. Berlawanan dengan nasihat keluarga dan sahabat-sahabatnya, ia kembali ke Filipina untuk menolong keluarganya, yang saat itu masih mengalami masalah dengan para tuan tanah Dominikan. Ia mengajukan permohonan kepada masyarakat Calamba untuk berbicara melawan para rahib itu. Sebagai balasan, para rahib Dominikan menghukum para petani Calamba dengan lebih hebat lagi, hingga bahkan mengusir mereka dari rumah-rumah mereka karena menolak membayar harga sewa tanah yang selangit. Rizal belakangan kembali meninggalkan negerinya.
Wenceslao Retana menghina Rizal dengan rujukan yang sembrono kepada orangtuanya, dan segera meminta maaf setelah ditantang untuk berduel. Ia selamat setelah mengeluarkan permintaan maaf, dan bahkan kemudian menjadi pengagumnya dan menulis biografi Rizal yang pertama di Eropa.
Beberapa saat sebelum ia ditembak mati oleh pasukan infantri yang terdiri dari bangsa Filipina asli, yang didukung oleh pasukan yang menjaminnya yang terdiri dari pasukan infantri Spanyol, si kepala Departemen Kesehatan Filipina, seorang Spanyol, meminta untuk memeriksa denyut nadinya. Normal. Mengetahui hal ini, si sersan Spanyol yang bertugas memimpin pasukan pendukung menyuruh pasukannya untuk diam ketika mereka mulai menyerukan "viva" dengan kerumunan partisan.

Peninggalan
Rizal lebih merupakan pelopor sebuah masyarakat yang terbuka, daripada seorang pejuang revolusioner yang menuntut kemerdekaan politik. Ia menganjurkan sistem perwakilan rakyat untuk menghasilkan pembaruan institusional dengan cara-cara damai, dan bukan melalui revolusi kekerasan. Dalam hal ini ia adalah penganjur pembaruan politik anti-kekerasan pertama di Asia.
Sebagai ketua gerakan Gerakan Propaganda mahasiswa Filipina di Spanyol, ia menyumbangkan beberapa artikel kepada surat kabar La Solidaridad di Barcelona dengan agenda-agenda yang berikut:

* Bahwa Filipina menjadi salah satu provinsi Spanyol
* Perwakilan bagi orang Filipina di Cortes (Parlemen)
* Gereja-gereja Filipina dipimpin oleh imam-imam Filipina dan bukan para imam Augustinian Spanyol
* Kebebasan berserikat dan bersuara
* Hak yang sama di hadapan undang-undang (untuk orang Filipina maupun Spanyol yang mengadu ke pengadilan)

Pemerintah kolonial di Filipina tidak menyukai pembaruan-pembaruan ini, meskipun misalnya usul-usul itu didukung secara terbuka oleh para intelektual Spanyol seperti Morayta, Unamuno, Pi y Margal dll. Sekembalinya ke Manila pada 1892, ia membentuk sebuah gerakan masyarakat yang dinamai La Liga Filipina. Liga ini menganjurkan pembaruan-pembaruan sosial yang moderat ini melaui cara-cara yang legal, namun kemudian dibubarkan oleh pemerintah. Pada saat itu, ia sudah dinyatakan sebagai musuh negara oleh penguasa Spanyol karena novel-novelnya yang menghasut. Noli me Tangere, khususnya, menampilkan para rahib dalam gambaran yang sangat buruk, dengan sedikit sekali atau bahkan tidak ada harapan untuk diperbaiki.
Sebagai seorang pembaru politik, ia setara dengan Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, dan Sun Yat Sen sebagai perintis yang mengubah cara berpikir di benua Asia, namun sebagai seorang modernis yang mendapatkan yang terbaik dari apa yang dapat diberikan oleh peradaban Eropa, ia melampaui negara maupun benua, seorang visioner yang berpandangan jauh ke depan, dengan pesan yang relevan untuk masa kini.

Hari-hari terakhir
Rizal dianggap terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemberontakan yang sedang berkembang dan pada Juli 1892 ia dibuang ke Dapitan di provinsi Zamboanga (Mindanao). Di sana ia mendirikan sebuah sekolah dan rumah sakit. Selain itu ia merancang sebuah sistem saluran air untuk rakyat. Ia bertemu dan berpacaran dengan anak tiri dari seorang pasien, seorang perempuan Irlandia bernama Josephine Bracken, namun ia tidak dapat melangsungkan pernikahan secara gerejawi, karena ia tidak mau kembali ke agama masa mudanya. Selain itu, ia juga dianggap pro revolusi. Untuk menghilangkan kaitan antara dirinya dengan revolusi berdarah, Rizal menjadi relawan dan diberikan izin oleh Gubernur Jenderal Spanyol Ramon Blanco y Erenas untuk pergi dan melayani para korban demam kuning di Kuba.
Pada 1896, pemberontakan yang dirancang oleh Katipunan, sebuah perhimpunan rahasia nasionalis, berkembang menjadi suatu revolusi besar-besaran, sebagai sebuah pemberontakan nasionalis sejati dan menyebabkan diproklamasikannya republik pertama yang benar-benar demokratis di Asia. Rizal ditahan di tengah perjalanan, dipenjarakan di Barcelona, dan diajukan ke pengadilan. Ia dinyatakan terlibat dalam revolusi melalui hubungannya dengan para anggota Katipunan dan diadili di pengadilan militer dengan tuduhan pemberontakan, pengkhianatan, dan permufakatan. Selama dalam perjalanan, ia tidak dirantai dan mempunyai banyak kesempatan untuk melarikan diri, namun ia menolaknya. Itu adalah lambang wataknya bahwa tak seorang Spanyol pun yang dapat menyentuhnya. Rizal dinyatakan terbukti bersalah atas ketiga tuduhan dan dijatuhi hukuman mati.
Sementara hukumannya semakin mendekat, Rizal menulis puisinya yang terakhir, yang, meskipun tidak berjudul, akhirnya dikenal sebagai "Mi Último Adiós" (Selamat Tinggalku yang Terakhir). Puisi ini lebih tepat diberi judul, "Adios, Patria Adorada" (harafiah: "Selamat Tinggal, Tanah Air Tercinta"), dari logika dan tradisi sastranya: kata-kata yang muncul pada baris pertama puisi itu sendiri.
Dalam suratnya yang terakhir, dari rangkaian surat-menyurat yang sangat tebal dan tidak ada tandingannya dalam tradisi Asia, kepada Profesor Fernando Blumentritt dari Sudeten, Jerman - Saudaraku tercinta, saat engkau menerima surat ini, aku sudah tiada. Esok pada pk. 7, aku akan ditembak; namun aku tidak bersalah atas tuduhan melakukan pemberontakan... Ia harus meyakinkan sahabatnya bahwa ia tidak pernah berubah menjadi seorang revolusioner, seperti yang pernah dipertimbangkannya, bahwa cita-cita yang diperjuangkan oleh keduanya tetap dipegangnya hingga akhir. Ia pun menyerahkan sebuah buku yang secara pribadi dijilidnya di Dapitan untuk 'sahabat terbaik dan tercintanya'. Ketika orang Austria itu menerimanya, ia menangis dan meratap.
Setelah Rizal dijatuhi hukuman mati, muncul banyak keraguan mengenai kejadian-kejadian di sekitar kematiannya. Banyak orang yang tetap percaya bahwa Rizal tidak menikahi kekasihnya tercinta Josephine Bracken sesuai tradisi Katolik Roma beberapa jam sebelum hukuman matinya, ataupun mencabut bagian-bagian tulisannya yang bernada anti Katolik, sebuah pertikaian yang tidak kunjung berkurang. Firasat Rizal sendiri adalah pembelaannya setelah kematiannya. Tersisip dalam 'Mi Ultimo Adios' sebuah kunci yang mungkin menyingkapkan isi hatinya, "Aku pergi ke tempat di mana tidak ada budak, tidak ada algojo atau penindas, di mana iman tidak membunuh..." Ini adalah komentarnya yang terakhir tentang Gereja Katolik pada masanya. Karena kecerdasannya yang luar biasa, teladannya terhadap para sahabat dan musuhnya, perjuangannya yang baik dan tidakannya yang berani atas nama perdamaian, ia menjulang melampaui semua pahlawan Filipina.
Di tempat ia gugur kini berdiri sebuah patung, yang dirancang oleh pematung Swiss, Richard Kissling yang terkenal karena patungnya, "William Tell". Patung itu memuat tulisan: "Aku ingin memperlihatkan kepada orang-orang yang mencabut hak mereka untuk mencintai negaranya, bahwa ketika kita tahu bagaimana mengorbankan diri kita demi tugas dan keyakinan kita, maut tidaklah menjadi masalah bila seseorang mati untuk mereka yang dicintainya– untuk negaranya dan untuk mereka yang dicintainya".

Baca selengkapnya..

Kong Hu-Cu, seorang filosof besar Cina


Tak salah lagi, Kong Hu-Cu seorang filosof besar Cina. Dan tak salah lagi, dialah orang pertama pengembang sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Cina yang paling mendasar. Filosofinya menyangkut moralitas orang perorang dan konsepsi suatu pemerintahan tentang cara-cara melayani rakyat dan memerintahnya liwat tingkah laku teladan- telah menyerap jadi darah daging kehidupan dan kebudayaan orang Cina selama lebih dari dua ribu tahun. Lebih dari itu, juga berpengaruh terhadap sebahagian penduduk dunia lain.

Lahir sekitar tahun 551 SM di kota kecil Lu, kini masuk wilayah propinsi Shantung di timur laut daratan Cina. Dalam usia muda ditinggal mati ayah, membuatnya hidup sengsara di samping ibunya. Waktu berangkat dewasa dia jadi pegawai negeri kelas teri tapi sesudah selang beberapa tahun dia memutuskan mendingan copot diri saja. Sepanjang enam belas tahun berikutnya Kong Hu-Cu jadi guru, sedikit demi sedikit mencari pengaruh dan pengikut anutan filosofinya. Menginjak umur lima puluh tahun bintangnya mulai bersinar karena dia dapat kedudukan tinggi di pemerintahan kota Lu.

Sang nasib baik rupanya tidak selamanya ramah karena orang-orang yang dengki dengan ulah ini dan ulah itu menyeretnya ke pengadilan sehingga bukan saja berhasil mencopotnya dari kursi jabatan tapi juga membuatnya meninggalkan kota. Tak kurang dari tiga belas tahun lamanya Kong Hu-Cu berkelana ke mana kaki melangkah, jadi guru keliling, baru pulang kerumah asal lima tahun sebelum wafatnya tahun 479 SM.

Kong Hu-Cu kerap dianggap selaku pendiri sebuah agama; anggapan ini tentu saja meleset. Dia jarang sekali mengkaitkan ajarannya dengan keTuhanan, menolak perbincangan alam akhirat, dan mengelak tegas setiap omongan yang berhubungan dengan soal-soal metaflsika. Dia -tak lebih dan tak kurang- seorang filosof sekuler, cuma berurusan dengan masalah-masalah moral politik dan pribadi serta tingkah laku akhlak.

Ada dua nilai yang teramat penting, kata Kong Hu-Cu, yaitu "Yen" dan "Li:" "Yen" sering diterjemahkan dengan kata "Cinta," tapi sebetulnya lebih kena diartikan "Keramah-tamahan dalam hubungan dengan seseorang." "Li" dilukiskan sebagai gabungan antara tingkah laku, ibadah, adat kebiasaan, tatakrama dan sopan santun.

Pemujaan terhadap leluhur, dasar bin dasarnya kepercayaan orang Cina bahkan sebelum lahirnya Kong Hu-Cu, lebih diteguhkan lagi dengan titik berat kesetiaan kepada sanak keluarga dan penghormatan terhadap orang tua. Ajaran Kong Hu-Cu juga menggaris bawahi arti penting kemestian seorang istri menaruh hormat dan taat kepada suami serta kemestian serupa dari seorang warga kepada pemerintahannya. Ini agak berbeda dengan cerita-cerita rakyat Cina yang senantiasa menentang tiap bentuk tirani. Kong Hu-Cu yakin, adanya negara itu tak lain untuk melayani kepentingan rakyat, bukan terputar balik. Tak jemu-jemunya Kong Hu-Cu menekankan bahwa penguasa mesti memerintah pertama-tama berlandaskan beri contoh teladan yang moralis dan bukannya lewat main keras dan kemplang. Dan salah satu hukum ajarannya sedikit mirip dengan "Golden Rule" nya Nasrani yang berbunyi "Apa yang kamu tidak suka orang lain berbuat terhadap dirimu, jangan lakukan."

Pokok pandangan utama Kong Hu-Cu dasarnya teramat konservatif. Menurut hematnya, jaman keemasan sudah lampau, dan dia menghimbau baik penguasa maupun rakyat supaya kembali asal, berpegang pada ukuran moral yang genah, tidak ngelantur. Kenyataan yang ada bukanlah perkara yang mudah dihadapi. Keinginan Kong Hu-Cu agar cara memerintah bukan main bentak, melainkan lewat tunjukkan suri teladan yang baik tidak begitu lancar pada awal-awal jamannya. Karena itu, Kong Hu-Cu lebih mendekati seorang pembaharu, seorang inovator ketimbang apa yang sesungguhnya jadi idamannya.

Kong Hu-Cu hidup di jaman dinasti Chou, masa menyuburnya kehidupan intelektual di Cina, sedangkan penguasa saat itu tidak menggubris sama sekali petuah-petuahnya. Baru sesudah dia wafatlah ajaran-ajarannya menyebar luas ke seluruh pojok Cina.

Berbetulan dengan munculnya dinasti Ch'in tahun 221 SM, mengalami masa yang amat suram. Kaisar Shih Huang Ti, kaisar pertama dinasti Ch'ing bertekat bulat membabat habis penganut Kong Hu-Cu dan memenggal mata rantai yang menghubungi masa lampau. Dikeluarkannya perintah harian menggencet lumat ajaran-ajaran Kong Hu-Cu dan menggerakkan baik spion maupun tukang pukul dan pengacau profesional untuk melakukan penggeledahan besar-besaran, merampas semua buku yang memuat ajaran Kong Hu-Cu dan dicemplungkan ke dalam api unggun sampai hancur jadi abu. Kebejatan berencana ini rupanya tidak juga mempan. Tatkala dinasti Ch'ing mendekati saat ambruknya, penganut-penganut Kong Hu-Cu bangkit kembali bara semangatnya dan mengobarkan lagi doktrin Kong Hu-Cu. Di masa dinasti berikutnya (dinasti Han tahun 206 SM - 220 M). Confucianisme menjadi filsafat resmi negara Cina.

Mulai dari masa dinasti Han, kaisar-kaisar Cina setingkat demi setingkat mengembangkan sistem seleksi bagi mereka yang ingin jadi pegawai negeri dengan jalan menempuh ujian agar yang jadi pegawai negeri jangan orang serampangan melainkan punya standar kualitas baik ketrampilan maupun moralnya. Lama-lama seleksi makin terarah dan berbobot: mencantumkan mata ujian filosofi dasar Kong Hu-Cu. Berhubung jadi pegawal negeri itu merupakan jenjang tangga menuju kesejahteraan material dan keterangkatan status sosial, harap dimaklumi apabila di antara para peminat terjadi pertarungan sengit berebut tempat. Akibat berikutnya, ber generasi-generasi pentolan-pentolan intelektual Cina dalam jumlah besar-besaran menekuni sampai mata berkunang-kunang khazanah tulisan-tulisan klasik Khong Hu-Cu. Dan, selama berabad-abad seluruh pegawai negeri Cina terdiri dari orang-orang pandangannya berpijak pada filosofi Kong Hu-Cu. Sistem ini (dengan hanya sedikit selingan) berlangsung hampir selama dua ribu tahun, mulai tahun 100 SM sampai 1900 M.

Tapi, Confucianisme bukanlah semata filsafat resmi pemerintahan Cina, tapi juga diterima dan dihayati oleh sebagian terbesar orang Cina, berpengaruh sampai ke dasar-dasar kalbu mereka, menjadi pandu arah berfikir selama jangka waktu lebih dari dua ribu tahun.

Ada beberapa sebab mengapa Confucianisme punya pengaruh yang begitu dahsyat pada orang Cina. Pertama, kejujuran dan kepolosan Kong Hu-Cu tak perlu diragukan lagi. Kedua, dia seorang yang moderat dan praktis serta tak minta keliwat banyak hal-hal yang memang tak sanggup dilaksanakan orang. Jika Kong Hu-Cu kepingin seseorang jadi terhormat, orang itu tidak usah bersusah payah menjadi orang suci terlebih dahulu. Dalam hal ini, seperti dalam hal ajaran-ajarannya yang lain, dia mencerminkan dan sekaligus menterjemahkan watak praktis orang Cina. Segi inilah kemungkinan yang menjadi faktor terpokok kesuksesan ajaran-ajaran Kong Hu-Cu. Kong Hu-Cu tidaklah meminta keliwat banyak. Misalnya dia tidak minta orang Cina menukar dasar-dasar kepercayaan lamanya. Malah kebalikannya, Kong Hu-Cu ikut menunjang dengan bahasa yang jelas bersih agar mereka tidak perlu beringsut. Tampaknya, tidak ada seorang filosof mana pun di dunia yang begitu dekat bersentuhan dalam hal pandangan-pandangan yang mendasar dengan penduduk seperti halnya Kong Hu-Cu.

Confucianisme yang menekankan rangkaian kewajiban-kewajiban yang ditujukan kepada pribadi-pribadi ketimbang menonjolkan hak-haknya -rasanya sukar dicerna dan kurang menarik bagi ukuran dunia Barat. Sebagai filosofi kenegaraan tampak luar biasa efektif. Diukur dari sudut kemampuan memelihara kerukunan dan kesejahteraan dalam negeri Cina dalam jangka waktu tak kurang dari dua ribu tahun, jelaslah dapat disejajarkan dengan bentuk-bentuk pemerintahan terbaik di dunia.

Gagasan filosofi Kong Hu-Cu yang berakar dari kultur Cina, tidaklah berpengaruh banyak di luar wilayah Asia Timur. Di Korea dan Jepang memang kentara pengaruhnya dan ini disebabkan kedua negeri itu memang sangat dipengaruhi oleh kultur Cina.

Saat ini Confucianisme berada dalam keadaan guram di Cina. Masalahnya, pemerintah Komunis berusaha sekuat tenaga agar kaitan alam pikiran penduduk dengan masa lampau terputus samasekali. Dengan gigih dan sistematik Confucianisme digempur habis sehingga besar kemungkinan suatu saat yang tidak begitu jauh Confucianisme lenyap dari bumi Cina. Tapi karena di masa lampau, akar tunggang Confilcianisme begitu dalam menghunjam di bumi Cina, bukan mustahil -entah seratus atau seratus lima puluh lahun yang akan datang - beberapa filosof Cina sanggup mengawinkan dua gagasan besar: Confucianisme dan ajaran ajaran Mao Tse-Tung.

Baca selengkapnya..

Selasa, 27 Januari 2009

Bangsa Khazars (Yahudi)

Kerajaan Khazars lenyap dari peta dunia beberapa abad yang lalu. Dewasa ini banyak orang yang tidak pernah mendengar mengenai keberadaannya, namun pada waktu itu Kerajaan Khazars [Khazaria] merupakan kekuatan sangat penting, tentu saja melakukan perluasan kerajaannya dengan penaklukan. Kekuatan Khazaria waktu itu diperhitungkan oleh kedua negara adidaya tetangganya. Kearah Selatan dan Barat Khazaria berdiri Kekaisaran Byzantium yang maju dengan peradaban Timur Kristen Ortodoks. Kesebelah Tenggara, kerajaan Khazar berbatasan dengan Kekaisaran Islam Kekhalifahan Arab yang sedang mengembangkan kekuasaannya. Bangsa Khazar sejarahnya dipengaruhi oleh kedua kekaisaran ini, tetapi yang lebih penting bahwa kerajaan Khazar mendiami wilayah yang kemudian menjadi bagian selatan wilayah Rusia yang terletak antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Sebagai hasilnya, sejarah menentukan bangsa Rusia dan bangsa Khazars menjalin hubungan yang masih terjadi sampai dengan hari ini.

Bilamana Anda belum pernah mendengar mengenai bangsa Khazars, Saya kira Saya harus menyebutkan dimana Anda melihat dan mempelajari lebih lanjut mengenai mereka. Pada tahun 1976 sebuah buku mengenai bangsa Khazars diterbitkan oleh seorang penulis Inggris [seorang Yahudi Khazars) Arthur Koestler. Bukunya berjudul, The thirteenth tribe - The Khazar Empire And Its Heritage.- Suku Bangsa Ketiga Belas – Kekaisaran Bangsa Khazar dan Warisannya. Penerbit Amerika adalah Random House, New York. (menurut informasi, buku ini sudah tidak beredar di pasaran)

Sejarah mencatat bahwa bangsa Khazars terdiri dari campuran bangsa Mongols, Turki dan Finlandia. Dalam awal abad ke-3 M, mereka dapat dikenal dengan kesejahteraannya yang ajeg di wilayah Persia dan Armenia. Kemudian pada abad ke-5, bangsa Khazars berada diantara gerombolan perusak Attila, bangsa Hun. Sekitar tahun 550 M, bangsa Khazars yang nomadik, mereka mulai menetap di wilayah sebelah Utara Caucasus antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Ibukota kerajaan Khazars adalah Itil dibangun dihulu Sungai Volga yang mengalir ke Laut Kaspia, dalam rangka mengkontrol lalu lintas sungai. Bangsa Khazars kemudian memungut pajak 10% setiap muatan yang melintasi Itil di sungai Volga. Mereka yang menolak diserang dan di bantai.

Akhirnya kerajaan Khazars dibangun di Caucasus, bangsa Khazars secara perlahan memulai menciptakan sebuah kekaisaran rakyat yang ditaklukannya. Khazars terus melakukan perluasan wilayahnya termasuk menaklukan suku Slavonic, yang cinta damai dibandingkan dengan bangsa Khazars, diserang dan ditaklukan. Wilayahnya dijadikan bagian dari Kekaisaran bangsa Khazar, diminta untuk menghormati secara terus menerus kepada Kerajaan Khazar. Tentu saja penghormatan yang dilakukan oleh rakyat yang dikalahkan selalu merupakan keistimewaan, tetapi bukan gayanya Khazars. Apa yang disebutnya sebagai Kekaisaran Agung dunia selalu memberikan sesuatu sebagai imbalannya atas pajak yang diberikannya. Roma, misalnya, rakyat yang ditaklukan dijadikan warganegaranya; dan sebagai balasan atas pajak yang mereka bayarkan, mereka membawa serta peradaban, tata tertib perlindungan dari serangan musuh.

Namun tidak terjadi di kekaisaran bangsa Khazar. Rakyat yang menjadi subyek Khazars hanya menerima satu hal sebagai balasan atas pembayaran upetinya, dan itu adalah janji yang tidak jelas - bangsa Khazars akan menahan serangan dan penjarahan selama mereka membayarkan upeti. Namun penduduk Kekaisaran Khazar tidak lebih daripada korban the giant protection racket. Maharaja Khazar oleh sebab itu tidak disukai baik di dalam negeri maupun di luar negeri, tetapi mereka juga ditakuti karena kekejamannya terhadap siapa saja yang menentangnya. Dan kemudian Kekaisaran Khazar diperluas ke arah utara sampai ke Kiev [Kiev sekarang ibukota UKRAINA], di Sungai Dnieper. Kiev merupakan kota terbesar di Ukraina dan juga sebagai kota pelabuhan utama. Salah satu kota tertua Eropa, dan sebagai kota pusat perdagangan pada awal abad ke-5 dan menjadi ibukota KIEVAN RUSSIA pada abad ke-9 dan ke arah barat termasuk Magyars, nenek moyang orang Hongaria modern.

Kira-kira pada tahun 740M, terjadi sebuah peristiwa. Bangsa Khazars di bawah tekanan terus menerus kedua super power tetangganya, Byzantium dan Muslim, apakah menerima agama Kristen atau Islam, akan tetapi penguasa bangsa Khazar, yang disebut Khakan, mendengar ada agama ketiga yaitu JUDAISME atau YAHUDI. Nampaknya untuk alasan-alasan kemandirian politik, Khakan mengumumkan bahwa bangsa Khazars menerima Judaisme sebagai agama mereka Dalam waktu satu malam seluruh kelompok baru, bangsa Khazars yang suka berperang, tiba-tiba menyatakan dirinya sebagai YAHUDI – menerima YAHUDI. Kerajaan Khazar mulai dideskripsikan sebagai ‘Kerajaan Yahudi' oleh sejarawan pada waktu itu. Penerus penguasa Khazar mengambil nama Yahudi, dan selama akhir abad ke-9 kerajaan Khazar menjadi tempat berlindung orang-orang Yahudi dari tempat lain.

Sementara itu kekejaman penguasa Khazar terhadap penduduk yang ditaklukannya tetap tidak berubah. Namun kemudian selama abad ke-8 muncul ke kancah pemain baru, berasal dari sungai besar Dnieper , Don dan Volga – bangsa Vikings dari sebelah timur. Mereka dikenal sebagai bangsa VARANCIANS, atau bangsa RUS. Seperti bangsa Vikings lainnya, bangsa Rus pengelana tulen dan pejuang yang gigih, namun ketika berhadapan dengan bangsa Khazars, bangsa Rus seringkali kalah dan membayar upeti seperti yang lainnya.

Pada tahun 862 seorang pemimpin bangsa Rus bernama Rurik membangun kota Novgorod, dan lahirlah bangsa Rusia. Bangsa Rus Vikings berdiam diantara suku bangsa Slavonic di bawah kekuasaan Khazar, dan perjuangan antara bangsa Vikings dan Khazars berubah dalam karakternya, dan menjadi perjuangan oleh bangsa Rusia yang sedang tumbuh untuk merdeka dari tekanan Khazar.

Lebih dari seabad kemudian setelah didirikannya kota pertama di Rusia, terjadi peristiwa penting lainnya. Pemimpin Rusia, Prince Vladimir of Kiev, memeluk agama Kristen pada tahun 989. Dia aktif mendakwahkan agama Kristen di Rusia, dan sebagai kenang-kenangan oleh bangsa Rusia dewasa ini ia disebutnya sebagai 'Saint Vladimir;' dan dengan demikian tradisi Rusia sebagai sebuah bangsa Kristen dimulai sejak seribu tahunan lalu.

Pindah agamanya Vladimir juga mengantarkan Rusia beraliansi dengan dengan Byzantium. Penguasa Byzantium selalu takut terhadap bangsa Khazars, dan sementara bangsa Rusia masih berjuang untuk membebaskan dirinya dari tekanan bangsa Khazars. Dan kemudian pada tahun 1016, kekuatan gabungan bangsa Rusia dan Byzantium menyerang kerajaan Khazar. Kerajaan Khazar hancur-lebur dan kerajaan Khazars jatuh. Akhirnya kebanyakan Yahudi Khazar berimigrasi ke wilayah lain. Kebanyakan dari mereka berhenti dan tinggal di Europa Timur, dimana mereka berbaur dan menikah dengan Yahudi yang lainnya. Seperti Yahudi Semit 1000 tahun yang lalu, Yahudi Khazar kemudian menyebar ke berbagai wilayah. Kerajaan Khazars sudah tidak ada lagi.

Setelah bangsa Khazars pindah dan hidup bersama orang Yahudi, Yahudi Khazar meninggalkan warisan yang berbeda dari Yahudi yang lainnya dari generasi ke generasi. Satu unsur warisan Yahudi Khazar adalah sebuah bentuk militant dari ZIONISME. Dalam pandangan Yahudi Khazar, wilayah yang didiami oleh Israel kuno harus diambil kembali bukan dengan sebuah keajaiban akan tetapi dengan cara kekuatan senjata. Inilah yang dimaksudkan dengan Zionisme dewasa ini, dan kekuatan ini yang menciptakan bangsa yang menyebut dirinya sebagai Israel dewasa ini. Ramuan penting warisan Yahudi Khazar adalah kebencian terhadap agama Kristen, dan bangsa Rusia unggul dalam kepercayaan Kristen. Agama Kristen dipandang sebagai kekuatan yang meruntuhkan Kerajaan Yahudi pada masa lalu yang disebut Kerajaan [Khazarial]. Dewasa ini mereka banyak yang berkuasa di Rusia, Yahudi Khazar masih ingin mendirikan kembali kekuasaannya dan sudah satu milennium mereka berupaya secara terus-menerus untuk melakukan hal tersebut.

Pada tahun 1917 Yahudi Khazar melewati sebuah batu loncatan ke arah penciptaan negara mereka di Palestine. Dan pada tahun yang sama mereka juga menciptakan Revolusi Bolshewik di Rusia. Diikuti dengan holocaust terhadap orang-orang Kristen, kejadian seperti itu tidak pernah diketahui oleh dunia. Yahudi Khazar sekali lagi mengkontrol Rusia setelah lebih dari 900 tahun, dan kemudian mereka merancang untuk menghancurkan orang-orang Kristen Rusia lebih dari 100-juta orang Kristen dibunuh, pada waktu yang sama lebih dari 20-juta orang yang beragama Yahudi juga mati ditangan Yahudi Khazar. Ini adalah apa yang ditentang oleh orang-orang Kristen Rusia dalam perjuangannya selama 60-tahunan untuk menggulingkan rezim atheis Bolshewik, namun pada akhirnya mereka berhasil merobohkan programnya, dan sekarang sudah berusia 1000-tahun usia peperangan antara orang Kristen Rusia dengan Yahudi Khazar dan sedang mencapai klimaksnya.

Pada tanggal 19 Agustus 1979, Rabbi Joel Teitelbaum mati di New York. Dia mati pada pagi hari dan dikuburkan sore hari pada hari yang sama. Pemberitahuan yang sangat mendadak, namun 100.000 orang pria Yahudi datang pada saat penguburan. Sulit untuk dibayangkan, karena pemberitahuan yang mendadak itu lebih dari seratus ribuan orang lagi yang tidak dapat datang. Satu bulan kemudian, pada tanggal 18 September, pengikutnya menaburkan bunga di tugu peringatan, dan dengan jalan memasang iklan dalam surat kabar "New York Times," yang jelas persannya di katakan untuk orang Yahudi. Iklan itu memuat pernyataan yang diantaranya dikutip, mengatakan:

"Dia adalah seorang pemimpin semua orang Yahudi dimana saja yang tidak perlu dipersoalkan lagi, yang tidak terjangkiti faham Zionis;" dan juga, dikutip:


"Dengan keberaniannya yang sangat jarang pada masa kini, dia menyebut negara Zionist 'sebuah karya Setan', sebuah penghujatan dan penghinaan kepada Tuhan.' Menurutnya, menumpahkan darah untuk kepentingan negara Zionis adalah menjijikan."

Kata-kata ini diucapkan oleh Yahudi Orthodox pada saat bela sungkawa kematian pemimpinnya. Dan penguasa baru Kristen Rusia akan setuju, bagi mereka juga negara Zionis Israel dianggapnya sebagai palsu, jahat dan berbahaya serta memperdayakan sama-sama baik Kristen maupun Yahudi. Negara Khazar yang disebut "Kerajaan Yahudi" [Khazaria] seribu tahunan yang lalu adalah parasit, hidup dari hasil upeti dari rakyat yang ditaklukannya. Demikian juga dewasa ini, kelangsungan hidup Israel tergantung atas aliran bantuan yang tidak pernah berhenti dari luar. Left unchecked, bangsa Rusia percaya bahwa Yahudi Khazar akan menghancurkan agama Kristen dengan bantuan Zionisme ; jadi penguasa Kristen Rusia sedang melakukan perlawanan terhadap musuh seribu tahunnya bangsa Khazars.

Kami orang Amerika yang menyebut diri kami sebagai orang Kristen tidak cukup peduli untuk membuka mata mencoba menyelematkan negeri kita sendiri, atau mempertahankan keyakinan kita. Dengan demikian wilayah kita menjadi ajang pertempuran antara orang Kristen Rusia dan musuhnya yang mematikan Bolshewiks dan Zionis. Dan suka atau tidak kita dikejar dalam perang habis-habisan ini.

(Source: Dr Peter David Beter's Audio Letter #50. Transcribed by Amber Clark and published in the Wisconsin Report, October 25, 1979).
www.khazaria.com

Baca selengkapnya..

Labels

About This Blog

  © Blogger template 'External' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP